KEBANGKITAN UNIVERSITAS [389]
Education in England in the Middle Ages, by Albert William Parry
BOOK III.—EDUCATION PASSING OUT OF CHURCH CONTROL.
Chapter II.
Kita dapat melacak kemajuan pesat dalam kehidupan intelektual Inggris pasca abad kesebelas. Di antara faktor penyebab kemajuan itu adalah pemulihan tatanan sosial dan politik, sehingga keamanan lebih terjamin bagi kehidupan intelektual, dan pengaruh Perang Salib.
Perang Salib tidak hanya tanda energi kebangkitan masyarakat Eropa tetapi juga merupakan penyebab dari aktivitas intelektual yang berubah semakin maju. Mereka yang terlibat dalam Perang Salib menjadi terhubung dengan orang-orang baru dan ide-ide baru; menciptakan kepentingan baru, dan membuat konsepsi tentang Dunia yang lebih manusiawi.
Selain itu, Peristiwa Perang Salib menyediakan materi baru untuk literatur sejarah, dan mendorong unsur romantis dalam hidup dan berpikir. Pengaruh intelektual dari Perang Salib dimanifestasikan dalam setiap departemen kegiatan sastra, jumlah buku yang ditulis saat itu sangat meningkat; studi hukum, kedokteran, dan teologi mendapat perhatian yang lebih besar; filsafat skolastik terwujud, dan universitas-universitas pun muncul. Efek-efek ini, perkembangan skolastik dan munculnya universitas-universitas yang berkaitan erat, menjadi hal yang penting untuk tujuan (pelacakan) kita sekarang.
Pengembangan sistem pemikiran yang dikenal sebagai pemikiran skolastik dapat ditelusuri dari mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah abad pertengahan.
Subjek ini adalah Trivium, [390] dan quadrivium tingkat lanjut [391]. Buku-buku teks umum di abad tersebut (yang mana utamanya ditemukan pada karya-karya Lima penulis-Orosius, Martianus, Boethius, Cassiodorus, dan Isidorus ) memungkinkan kita untuk memperkirakan apa yang dikenal mata pelajaran dalam kurikulumnya.
Pelajaran Musik lebih sedikit daripada Pelajaran tentang aturan-aturan dari lagu sederhana; aritmatika dibahas terutama berkaitan dengan interpretasi mistik terhadap angka-angka; geometri terdiri dari beberapa Dalil Euclid tanpa pembuktian : astronomi, bersama dengan aritmatika, menemukan jalan masuk ke dalam kurikulum terutama karena subyek tersebut menyediakan sarana untuk menentukan hari Paskah.
Trivium adalah landasan konkrit dari pendidikan di periode sekuler. Grammar diajarkan baik sebagaimana yang dirumuskan oleh Donatus dan Priscian maupun sebagaimana studi dari beberapa penulis klasik Roma kuno.
"Dalam Bab retorika, risalah Cicero, seperti 'De Oratore' dan pseudo-Cicero 'Ad Herennium' dipelajari secara luas. Unsur-unsur Hukum Romawi sering ditambahkan, dan semua anak sekolah dilatih menulis prosa atau apa yang harus disampaikan oleh prosa "[392]
Yang paling menonjol dan penting dari mata pelajaran kurikulum sekuler adalah Dialektika atau Logika. Para mahasiswa lebih banyak mempelajari Dialektika dan Logika dibandingkan pelajaran lain dalam kurikulum sekuler. Contohnya menurut Rashdall adalah terjemahan oleh Boethius dari "De Interpretatione" dan "Categoriae," serta "monofisit" dari Porfiri [393].
Mereka yang tertarik pada Teologi dan berkonsentrasi pada Dialektika ini lah yang kemudian membuka jalan munculnya Sistem Filosofi yang disebut Skolastik.
Secara hakikat, adalah hampir tidak mungkin untuk mendefinisikan skolastik, tetapi maknanya dapat dipahami dengan mempertimbangkan landasan berpikir di mana pernyataan teologis tersebut didasarkan. Untuk beberapa abad, pernyataan-pernyataan seperti itu (skolastik) dapat diterima apabila telah diterima oleh otoritas Gereja. Pada abad kesebelas, pandangan sesat muncul merayap kemana-mana dan tidak bisa ditangani dengan begitu mudah. Dorongan kepentingan intelektual, karena Perang Salib, membuat keyakinan teologis perlu dirumuskan dengang hati-hati dan dipertahankan dengan senjata intelektual.
Sejarah skolastik berada dalam dua periode yang cukup berbeda. Di antara nama besar yang terkait dengan periode pertama adalah Anselmus si "Orang terakhir dari para maha guru monastik besar", Roscellinus, William dari Champeaux, dan Abelard si "pendiri sebenarnya dari Teologi Skolastik." [394]
Periode kedua yang mana berangsur lama sejak awal abad ketiga belas hingga Renaissance adalah periode puncak pemikiran skolastik dan terbentuknya menjadi suatu sistem.
Para "Tokoh Terpelajar" termasuk Albertus Magnus, seorang Dominikan yang digambarkan sebagai "Tokoh cerdas yang mengorganisir Abad Pertengahan", Thomas Aquinas, terkenal sebagai Pemuka Agama yang membawa skolastik ke tingkat tertinggi pemikiran dengan menyerasikan Aristotelianisme dengan doktrin Gereja , dan dua orang inggris biarawan Fransiskan, Duns Scotus, dan William dari Ockham.
Aktivitas intelektual terpelajar dihubungkan terutama dengan permasalahan penafsiran. Penyelidikan murni nyaris diterapkan. Bentuk yang diadopsi adalah mengomentari Aristoteles atau mengomentari para Bapa Gereja, dan metode yang digunakan adalah diskusi dan debat, dilakukan sesuai dengan metode logis yang diakui.
Pada mulanya, sebuah pertanyaan yang dianggap signifikan dan mendasar yang mulai dibahas adalah –Hakikat Alam Semesta.
Tak lama kemudian, masalahnya adalah: Apakah alam semesta memiliki keberadaan substansial mereka sendiri, sebagaimana yang diakui kaum realis, ataukah mereka hanya konsepsi dalam pikiran, sebagaimana nominalists pertahankan?
Masalah filsafat ini terkait dengan pertanyaan seperti realitas Gereja, Negara, Trinitas, Sakramen. Apakah Gereja itu "realitas," atau itu hanyalah nama orang-orang tertentu yang bersumpah setia tertentu? Apakah Negara itu suatu "realitas", atau hanya nama? Persoalan seperti ini berfungsi untuk menggambarkan gairah intelektual yang mewakili dunia Pendidikan di abad pertengahan.
Di bawah dorongan minat terhadap dialektika ini sekolah tertentu yang terkait dengan katedral atau biara kemudian menjadi terkenal di abad awal kesebelas dan kedua belas.
Menonjol di antara ini adalah Universitas Paris, sebagaimana reputasi maha gurunya, William dari Champeaux, yang menarik para sarjana dari berbagai daerah.
Abelard adalah salah satu siswa yang tertarik ke Paris karena reputasi tersebut, tetapi tak lama kemudian dia memerangi secara terbuka ajaran Maha gurunya itu dan bertekad untuk membuka sekolah sendiri.
Dalam aturan perizinan sekolah dan maha guru, ini adalah hal yang sulit, tetapi kesulitan itu dapat diatasi, dan Abelard kemudian diketahui sebagai Wakil Maha guru dari Sekolah Katedral.
Kesulitan-kesulitan baru segera timbul, Abaelard melanjutkan studinya, kali ini di bawah Anselmus di Laon. Kemudian ia kembali ke Paris, dan mengajar sebagai Maha guru yang diberi kewenangan di sekolah Notre-Dame. Reputasinya menyebar dengan cepat, dan Abelard menjadi yang paling termasyhur dalam hal intelektual di Eropa.
Pada 1118 terjadi kejatuhannya yang cepat dan mengerikan disebabkan oleh hubungannya dengan Heloise. Dalam setiap usaha yang dilakukan setelah ini untuk mendapatkan kembali posisinya, ia menjumpai perlawanan sengit dan tak kenal lelah terutama dari Bernard yang berasal dari Clairvaux.
Dua kali ia dikutuk karena ajaran sesat, tahun 1121 dan 1141; penganiayaan terhadapnya, tidak begitu banyak mendifinisikan pendapat sesat mengenai inti dan metode pengajarannya.
Abaelardus dapat dianggap sebagai Pengajar terbaik di masanya, atas metode yang diterapkannya sebagai landasan uji untuk semua keyakinan dan pendapat. Meskipun ia dikalahkan secara pribadi pada Konsili Sens, namun gerakan yang dikaitkan dengan namanya terus berlanjut.
Kekuatan yang cenderung membuat Paris menjadi salah satu kota paling penting di Eropa berada dalam preses persalinan pada saat ini; Oleh karena itu Kedatangan siswa peziarah ke Paris, selama masa-masa Abelard, berlanjut sedikitnya selama satu setengah abad [395].
Pada saat ini, juga, kecenderungan bagi mereka yang memiliki kepentingan bersama untuk bergabung di beberapa bentuk "Serikat" yang lazim di mana-mana.
Oleh karena itu, adalah wajar dimana pun maha guru atau siswa ditemukan, di situ ada organisasi tersebut, yang berfungsi untuk melindungi kepentingan bersama mereka.
Organisasi-organisasi ini muncul tanpa dibuat oleh suatu otoritas, namun sebagaimana permulaan sebagaimana universitas-universitas Abad Pertengahan muncul.
Terdapat dua keadaan, yang memberikan kontribusi terhadap pembentukan suatu universitas abad pertengahan, yakni : (1) keberadaan sekolah katedral, atau sekolah monastik, yang telah mencapai keunggulan, dan (2) pembentukan Serikat, baik beranggotakan Maha guru, atau siswa, atau keduanya.
Keadaan khusus menyebabkan terbentuknya pusat universitas. Salah satu keadaan ini adalah spesialisasi Pelajaran pada masa-masa tersebut. Suatu kumpulan dan kebiasaan pengajaran mata pelajaran yang menarik bagi manusia dan penting untuk kesejahteraan, dibangun di suatu wilayah tertentu. Siswa yang ingin menguasai pengetahuan ini terdorong untuk datang ke tempat tersebut. Dengan demikian, sekolah-sekolah di Bologna dikembangkan menjadi sekolah khusus hukum sekitar 1100-1130; Salerno menjadi terkenal untuk studi kedokteran; Paris ditetapkan sebagai pusat utama dari filsafat skolastik.
Harus dicatat, bagaimanapun, bahwa istilah "universitas" bukan sebutan umum untuk suatu sekolah tinggi, nama khusus yang paling awal adalah "studium" atau "studium generale"-sebuah istilah yang Denifle telah telusuri kembali hingga 1233 . Pada awalnya, tidak ada pembatasan pembentukan "studium generale" ini, tetapi selama paruh kedua abad ketiga belas kebebasan tak terbatas ini berakhir.
Ide yang secara bertahap berkembang adalah bahwa tumbuhnya "studia generalia" yang baru merupakan hak prerogatif Paus atau kekaisaran, maka pada 1224 Kaisar Frederick II mendirikan sebuah "studium generale" di Napoli, pada 1229 Gregorius IX mendirikan satu di Toulouse, sementara pada 1244 atau 1245 Innocent III mendirikan sebuah "studium generale" di Pengadilan Kepausan itu sendiri [396]. Pada 1292 bahkan secara resmi universitas Bologna lama dan Paris- ditetapkan oleh Ijin Nicholas IV. "Dari saat ini, gagasan itu secara bertahap memperoleh asas 'ubique cuma docendi' adalah esensi dari suatu 'studium generale,' dan bahwa tidak ada sekolah yang tidak memiliki hak istimewa ini bisa berdiri tanpa ijin dari Kaisar atau Paus." [397]
Beralih ke pertanyaan tentang asal-usul Universitas Oxford, dapat dicatat bahwa meskipun banyak asal-usul mitologis yang melacak keberadaan universitas pada waktu yang sangat dini dalam sejarah negara ini, namun, pada kenyataannya, Oxford tidak dikenal sebagai pusat pembelajaran hingga abad kedua belas.
Referensi paling awal yang pasti, yang telah ditelusuri sejauh ini untuk keberadaan setiap sekolah di Oxford, tertanggal untuk beberapa waktu pada dekade 1110-1120, ketika Theobald dari Etampes digambarkan sebagai "Maha guru Kesenian di Oxford" [398].
Rupanya, Thurstan, Uskup Agung dari Canterbury, telah menanyai Theobald tentang apakah para rahib secara hukum boleh mendirikan Gereja atau lembaga zakat. Jawabannya adalah tidak boleh dengan alasan bahwa rahib adalah mereka yang telah pensiun dari dunia, dan [399] "dengan memilih kebiasaan monastik dan mengesampingkan dunia, itu berarti menetapkan dirinya tak layak untuk menjadi Pendeta."
Ini memicu balasan anonim yang notabene berisi pernyataan bahwa Theobald memegang jabatan skolastik di beberapa kalangan. "Anda, dirimu, seorang yang bukan siapa-siapa, apakan anda tidak dikatakan telah mengajar sebagai maha guru atas kurang lebih enam puluh atau seratus pegawai (jemaat)?" [400]. Pernyataan ini mendukung hipotesis bahwa sekolah-sekolah di Oxford telah berkembang pesat pada saat itu.
Era baru dalam pengembangan Oxford dapat ditelusuri dari tahun 1135 ketika Robert Pullen, teolog, mengajar di sana[401]. Pada tanggal antara 1145 dan 1150, Vacarius Ahli hukum, "seorang Lombard, seorang yang jujur dan pengacara" mengajar Hukum Romawi di suatu tempat di Inggris [402]. Pada kesempatan lain ia juga mengajar di Oxford dan dinobatkan sebagai orang pertama yang mengajar Hukum Romawi di kota itu [403]. Universitas tersebut dianggap berdiri penuh di tahun 1189, ketika Giraldus Cambrensis mengajar di sana sekitar tanggal itu pada "Irlandia" untuk "semua dokter fakultas berbeda dan juga murid-murid merkea yang sama termasyhur dan tenar kebesarannya" pada satu hari, dan pada "Para sarjana sisanya” di waktu yang lain [404]. Setelah tanggal ini, referensi muncul banyak dan menentukan.
Dua teori utama telah dikemukakan untuk menjelaskan munculnya "studium generale" di Oxford. Sebagian penulis [405] menghubungkan asal-usulnya dengan beberapa sekolah konventual di Oxford. Menggunakan analogi asal mula universitas-universitas Eropa "utama", mereka menyarankan bahwa Gereja adalah Ibu angkat sekolah, dan bahwa sekolah paling awal adalah sekolah yang berkaitan dengan Santo Frideswide dan biara dari Oseney dan Eynesham .
Teori lain (dikemukakan oleh Rashdall) menghubungkan munculnya suatu sekolah di Oxford dengan migrasi dari Paris, yang pasti terjadi di dalam atau sekitar tahun 1167. Untuk mendukung hipotesis ini menunjukkan bahwa sekitar tanggal tersebut Henry II (Yang saat itu terlibat dalam konflik dengan Uskup Agung, Thomas Becket) memerlukan ", para sarjana dipaksa untuk kembali ke negara mereka atau dirampas kekayaan mereka." [406] Rashdall juga menunjukkan bahwa sejak waktu ini dan seterusnya kita mendengar himbauan yang dikhotbahkan dengan tegas bagi "Para pegawai dari berbagai belahan Inggris." [407]
Kedua teori ini terbuka untuk keberatan. Bukti yang mendukung migrasi didasarkan pada serangkaian asumsi, jika migrasi karakter ini benar-benar terjadi sulit untuk menjelaskan keheningan semua sejarah Inggris dari peristiwa yang tentu akan menjadi perhatian tersebut, tidak ada catatan tersedia dari setiap petugas yang meninggalkan Paris di laporan pengumuman resmi pemerintah, atau dari setiap pegawai yang berangkat dari Paris ke Oxford.
Di sisi lain, harus diakui bahwa teori pengembangan secara bertahap ini juga terbuka untuk keberatan. Hal ini jelas dan tidak terbatas untuk rincian pertumbuhan "studium generale"; ada penjelasan otoritatif yang diberikan untuk posisi independen Maha guru awal Oxford, dan untuk kebebasan mereka dari semua kontrol langsung gerejawi.
Pertanyaan tentang hubungan universitas pada Gereja membutuhkan pertimbangan cermat. Sebagian besar tergantung pada laporan awal universitas yang diterima. Jika dipertahankan, bahwa dari waktu asalnya, ia berada di bawah pengawasan gereja, maka sulit untuk menjelaskan semangat kemandirian yang diwujudkannya selama periode yang segera mendahului Ordonansi Legatine sejak 1214. Namun, dengan peraturan gerejawi yang mengontrol jelas menegaskan, para sarjana dibuat tunduk pada yurisdiksi Gereja, dan posisi Konselir didirikan-mungkin untuk menandai penundukan maha guru pada kontrol keuskupan [408].
Konselir itu, pada awalnya, hanya wakil uskup yang hanya memiliki kekuatan sebagaimana didelegasikan kepadanya. Selama Robert Grosseteste menjadi uskup Lincoln, hubungan antara universitas dan keuskupan berjalan harmonis. Segera setelah kematiannya, perselisihan mulai timbul antara dua otoritas [409] Rincian konflik dikesampingkan di sini.
Fakta yang perlu diperhatikan adalah, bahwa sehubungan dengan sengketa, Konselir (meskipun dalam teori wakil uskup) mewakili kepentingan universitas. Empat tahun kemudian kita menemukan Konselir melatih kekuatan Pengucilan yang bukan tanggung jawabnya, kekuatan yang kemudian disahkan oleh Uskup Agung dari Canterbury [410]. Uskup Agung juga mengambil bagian dari Konselir dalam sengketa mengenai pelaksanaan hak-hak istimewa tertentu, yang timbul antara universitas dan keuskupan di tahun 1280, uskup tersebut praktis dipaksa untuk menyerah kalah pada semua poin dalam sengketa.
Sejak saat itu, Konselir itu dalam praktek independen dari Uskup [411]. Tahap terakhir dari perjuangan antara uskup dan universitas berkaitan dengan persoalan-persoalan yang timbul dari pengesahan pemilihan rektor. Sengketa pertama muncul pada 1288 dan terulang denganpemilihan umum yang sukses berturut-turut. Persoalan itu akhirnya usai pada tahun 1368 ketika Paus memutuskan bahwa pengesahan atas Konselir oleh Uskup Lincoln dapat ditiadakan [412]. Sejak tanggal tersebut, universitas Oxford menikmati kekuatan pemilihan dan mengesahkan kehormatan tertinggi. tanpa campur tangan otoritas gerejawi.
Sebuah peristiwa penting dalam sejarah universitas terjadi pada 1209. Pembunuhan seorang perempuan oleh cendekiawan menyebabkan dua atau tiga Sarjana digantung oleh para penduduk kota dengan persetujuan diam-diam dari raja. "Hampir 3.000 pegawai, maha guru, dan sarjana, meninggalkan Oxford, tidak satu pun dari seluruh universitas yang tersisa. Beberapa dari mereka pergi untuk mempelajari seni liberal di Cambridge, beberapa hanya membaca, tapi kota Oxford dibiarkan kosong "[413].
Oxford secara praktis kekurangan sarjana sampai 1213 ketika warga kota merendahkan diri, suatu sumbangan besar melalui kepatuhan Raja John kepada Paus. Rashdall menyatakan bahwa peraturan daerah yang dikeluarkan oleh utusan kepausan di 1214 merupakan pengakuan resmi pertama terhadap universitas yang telah kembali kepada kita. [414]
Pada saat ini Oxford telah menjadi pusat pendidikan dan diakui telah mencapai kedudukan penting sehingga pendapatnya mengenai hal-hal yang disengketakan sangat dihormati.
Selanjutnya, tahun 1252, Henry III mengajukan kepada universitas persoalan sengketa antara Raleigh, Uskup Norwich, dan dirinya sendiri; Uskup Agung dari Canterbury Bonifasius pergi ke Oxford tahun 1252 dalam rangka memperkenalkan pada universitas pemimpin keuskupan Winchester, sehingga melalui pengaruh universitas berita dapat tersebar di seluruh dunia pendidikan.
Mengenai universitas Cambridge, kita ketahui bahwa asal-usulnya juga menimbulkan keraguan. Di sini, sekali lagi, dua teori telah dikemukakan - satu yang menjunjung tinggi gagasan pengembangan secara bertahap, yang lain mendasarkan asal universitas pada migrasi dari Oxford.
Referensi paling awal untuk suatu universitas di Cambridge bertanggal tahun 1231. Pada tahun itu Henry III mengirim pesan pada sheriff Cambridge, memberinya wewenang untuk mengambil tindakan dalam kasus "Beberapa pegawai yang melanggar peraturan dan tidak bertanggungjawab" ... dan juga "beberapa penjahat berkedok pegawai yang berpura-pura berlaku tidak jujur" [415]. Bukti juga menunjukkan, bahwa tahun 1276, Uskup dari Ely menetapkan batasan wewenang Konselir Cambridge, Diakon Agung dari Ely , dan Maha guru Sekolah Tata Bahasa [416].
Sejarah awal dari universitas Cambridge, seperti universitas saudaranya, sebagian besar merupakan sejarah perselisihan, permusuhan antara warga kota dan warga kampus, dari pertengkaran antara "bangsa" yang bermusuhan, perselisihan yang timbul dari gangguan terhadap mahasiswa, dan perjuangan untuk merdeka dari kontrol gerejawi. Yang terakhir ini adalah satu-satunya yang menjadi perhatian kita di sini, tapi secara keseluruhan diuraikan di tempat lain[417].
Cukup untuk ditunjukkan di sini bahwa tumbuhnya kebebasan dari kontrol keuskupan lebih lambat di Cambridge daripada di Oxford. Tidak sampai akhir abad keempat belas Kekuasaan Uskup dari Ely untuk memutuskan perselisihan internal antara Konselir dan para Maha guru, dan antara berbagai fakultas, dan untuk mendengar banding dari Konselir, dicopot, dan tidak sampai 1432 universitas sepenuhnya independen dari kontrol langsung Gereja.
Dalam bab ini kita telah memberikan berbagai hipotesis yang telah maju, untuk menjelaskan asal-usul universitas Inggris. Apapun hipotesis yang kita terima, fakta penting adalah bahwa kelas guru secara bertahap tumbuh di negara ini, dan bahwa guru-guru, dipengaruhi oleh semangat berserikat yang kuat terutama pada abad kedua belas, pada akhirnya membentuk suatu Serikat yang menjadi cukup kuat untuk mendapatkan pengakuan. Tidak mungkin untuk menunjuk pada satu piagam atau dokumen pasti yang menunjukkan pengakuan tersebut, tidaklah perlu menunggu sampai universitas muncul dan mengakui derajat guru-guru yang dipertimbangkan berkualitas untuk diakui, bahwa kita memiliki bukti nyata tentang keberadaan guru-guru tersebut.
Perkembangan universitas memiliki tiga efek yang penting, sejauh berkaitan dengan subjek khusus penyelidikan.
(1) Sertifikasi Para guru lepas dari tangan Gereja dan diambil alih oleh universitas-universitas. Dengan pengakuan umum atas universitas, lisensi untuk mengajar yang dianggap berharga adalah lisensi yang diberikan oleh universitas dan bukan uskup atau Konselir katedral. Sangat menarik untuk dicatat bahwa kekuasaan penganugerahan pangkat yang sekarang dimiliki oleh Uskup Agung Canterbury adalah peninggalan dari kekuasaan sebelumnya yang dulunya mencoba memberi pengakuan bagi guru di keuskupan Canterbury.
(2) Sekolah-sekolah teologis dari Konselir secara bertahap tidak ada lagi, seiring ajaran teologis di universitas-universitas mulai berkembang. Sejak pengajaran khusus memusatkan sendiri di universitas, dan seiring tuntutan waktu Konselir menjadi lebih berlipat dengan meningkatnya pekerjaan katedral dan keuskupan, bersama dengan kenyataan bahwa fungsi pengajaran Konselir berangsur-angsur hilang tak terlihat, sehingga tibalah masa dimana sekolah-sekolah teologis Konselir menjadi sangat jarang sampai akhirnya mustahil untuk melacak tanda-tanda nyata dari keberadaan mereka.
(3) Universitas-universitas, dan bukan Gereja, akhirnya diakui sebagai pusat aktivitas intelektual negara. Seperti yang kita telah tunjukkan, Gereja pada awalnya dianggap sebagai pemelihara dari semua kepentingan yang dapat dipahami sebagai intelektualitas. "Agama dan Kesusasteraan" dianggap identik; secara bertahap prinsip pembagian tenaga kerja terwujud, dan Gereja ditinggalkan untuk fokus pada dirinya sendiri bersama fungsi spiritualnya, membiarkan orang lain mengurus hal-hal yang dapat dianggap secara eksklusif berkaitan dengan pengembangan kesejahteraan intelektual manusia.
Catatan Kaki:
[389] The subject of the origin and development of the English universities has been so fully treated by other writers, notably by Mr. Bass Mullinger and Dr. Hastings Rashdall, that it has only been dealt with here to the extent strictly necessary for the thesis with which we are concerned.
[390] Grammar, Rhetoric, Dialectic.
[391] Music, Arithmetic, Geometry, and Astronomy.
[392] Rashdall, H.: Universities of Europe in the Middle Ages, 2 vols., Oxon., 1895. p. 36.
[393] Ibid., p. 39.
[394] Ibid., p. 42.
[395] Rashdall, Univ., II., p. 60.
[396] Rashdall, Univ., I., p. 10.
[397] Ibid., p. 72.
[398] Oxford Historical Society: Collectanea, II., p. 153.
[399] Ibid., p. 105.
[400] Ibid., p. 156.
[401] Ibid., p. 159.
[402] Rob. de Monte, Chron. ed. Migne, Vol. CLX., p. 466.
[403] Gervasius Cantuar., Actus Pontificum Cant., ed. Stubbs, Vol. II., p. 384.
[404] Giraldus Cambrensis, Opera, ed. J. S. Brewer, J. F. Dimondes, A. F. Warner (R. S.), 8 vols., Lond., 1861-91., Vol. I., pp. 72, 73.
[405] Mullinger, J. B.: History of the University of Cambridge, Camb., 1873., pp. 80, 81,
Brodrick, G. C.: History of the University of Oxford, Lond., 1896., p. 3,
Laurie, S. S.: Rise and Constitution of the Early Universities, New York, 1886., p. 236.
[406] Materials for the Life of Becket, ed. Robertson, VII., p. 146.
[407] Rashdall, Univ., vol. II., p. 342.
[408] Monumenta Academica, ed. H. Anstey, 2 vols. (R. S.), Lond., 1868., 2.
[409] See Rashdall, Univ., II., 419-421.
[410] Munumenta Academica: I., 39, 40.
[411] Rashdall, Univ., II., 424.
[412] Monumenta Academica (R. S.), I., 228, 229.
[413] Chronica Rogeri de Wendover, ed. H. G. Hewlett, 3 vols., Lond., 1886-9., p. 51.
[414] See also Monumenta Academica, pp. 1-4.
[415] Calendars of the Close Rolls, 15 Hen. III., p. 586; Ed. Ch., p. 149.
[416] Cooper, C. H.: Annals of Cambridge, 4 vols., Camb., 1842-1852., I., 56.
[417] Mullinger, 288, 290; Rashdall, II., 549, 550.
No comments:
Post a Comment