Pada hari selasa tanggal 3
maret 2015 jam sembilan pagi waktu Indonesia timur, berpuluh pegawai negeri
sipil di Kabupaten Tana Tidung yang dipimpin oleh ketua BAPERJAKAT yang juga sekaligus Sekretaris Kabupaten Tana
Tidung, Bapak Drs. M. Yusuf Badrun M.Ap., melakukan aksi unjuk rasa terhadap
Penjabat Bupati (Pj Bupati) di depan Kantor Bupati Kabupaten Tana Tidung, Provinsi
Kalimantan Utara. (Sebagai informasi, Penjabat Bupati ini juga merangkap sebagai Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Ketahanan Pangan di Provinsi Kalimantan Utara).
Para Aparat Sipil Negara yang mengunjuk rasa itu membawa spanduk berisi puluhan tanda tangan dan sebuah tulisan besar menggunakan spidol sekenanya berbunyi, “MOSI TIDAK PERCAYA PADA PJ BUPATI”. Apa tuntutan mereka? Tuntutan mereka disampaikan oleh Bapak Syahrul, mantan inspektur di Inspektorat Kabupaten Tana Tidung. Dengan suara yang lumayan keras dan tegas ia berseru :
Para Aparat Sipil Negara yang mengunjuk rasa itu membawa spanduk berisi puluhan tanda tangan dan sebuah tulisan besar menggunakan spidol sekenanya berbunyi, “MOSI TIDAK PERCAYA PADA PJ BUPATI”. Apa tuntutan mereka? Tuntutan mereka disampaikan oleh Bapak Syahrul, mantan inspektur di Inspektorat Kabupaten Tana Tidung. Dengan suara yang lumayan keras dan tegas ia berseru :
“Hal
yang paling penting adalah bahwa, Apa yang dilakukan oleh PJ bupati adalah
tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (“Betuul”, sorak
para pengunjuk rasa). Untuk itu, satu, yang kita minta, yang kita tuntut adalah
menganulir SK Pelantikan pada tanggal 16 Februari 2015 (pengunjuk rasa
bersorak: betuuul!). Yang berikutnya, karena PJ BUPATI tidak memiliki
kompetensi untuk memimpin Kabupaten Tana Tidung, kita minta, kita minta, untuk
mengundurkan diri. Nanti, kita akan ke kementrian dalam negeri untuk meminta
agar kementrian dalam negeri untuk segera melakukan evaluasi atas kinerja PJ
BUPATI (pengunjuk rasa bersorak lagi: Allahu akbar!). Dan selanjutnya,
terakhir, tuntutan kita adalah meminta PJ BUPATI Kabupaten Tana Tidung untuk
segera diganti!. Demikian penyampaian saya, terima kasih. Wabillahi taufik wal
hidayah, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Selamat siang”. (Rekaman Videonya dapat dilihat di sini : Youtube : Polemik Mutasi Jabatan Kabupaten Tana Tidung)
Dari seruan tersebut,
kita bisa ketahui bahwa mereka menuntut 4 hal. Tuntutan Pertama, meminta PJ Bupati
untuk membatalkan SK Pelantikan (mutasi) pada tanggal 16 Februari 2015. Tuntutan
Kedua, meminta PJ Bupati untuk mengundurkan diri sebab ia dianggap (oleh para
pengunjuk rasa) tidak memiliki kompetensi. Tuntutan Ketiga, meminta kementrian
dalam negeri untuk melakukan evaluasi atas kinerja PJ Bupati. Tuntutan Keempat,
terakhir, meminta PJ Bupati untuk segera diganti.
Demikianlah bunyi
tuntutan-tuntutannya. Ini adalah unjuk rasa pertama di Kabupaten Tana Tidung
terkait mutasi jabatan eselon. Tuntutan-tuntutannya juga tidak mungkin diterima
begitu saja oleh Pj Bupati, sebab pada saat unjuk rasa berlangsung, Pj Bupati
juga sedang tidak ada di tempat. Lagipula, meminjam perkataan Leon Trotsky, tak
ada kelas penguasa yang secara sukarela dan damai mau begitu saja turun dari
tahtanya.
Polemik ini bermula sejak
SK Pelantikan bertanggal 16 Februari 2015 dikeluarkan dan mutasi terhadap para 49 pejabat eselon II dan III ditetapkan. Pj Bupati menjelaskan tujuan dari mutasi tersebut dalam paparannya di sebuah koran lokal.
“Saya melakukan sedikit perubahan dengan mengisi jabatan yang kosong" kata beliau, "termasuk isteri mantan bupati Tana Tidung (Undunsyah) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tana Tidung, termasuk kerabat mantan bupati tersebar di sejumlah dinas juga dimutasi. Tujuannya, agar keberadaan mereka tak pengaruhi akurasi data jelang Pilkada. Itu alasan pertama untuk mengamankan mereka, sebab ada kemungkinan mantan bupati Undunsyah kembali mencalonkan diri di Pilkada Tana Tidung,” (silahkan baca rilis berita tersebut di sini : Mutasi ABY Menuia Protes PNS)
Para Pejabat Eselon (sebagian adalah korban mutasi jabatan) di bawah pimpinan Sekretaris Kabupaten Tana Tidung, menganggap proses pelantikan itu melanggar hukum. Tepat 2 minggu setelah pelantikan, mereka melakukan aksi unjuk rasa di atas.
“Saya melakukan sedikit perubahan dengan mengisi jabatan yang kosong" kata beliau, "termasuk isteri mantan bupati Tana Tidung (Undunsyah) di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Tana Tidung, termasuk kerabat mantan bupati tersebar di sejumlah dinas juga dimutasi. Tujuannya, agar keberadaan mereka tak pengaruhi akurasi data jelang Pilkada. Itu alasan pertama untuk mengamankan mereka, sebab ada kemungkinan mantan bupati Undunsyah kembali mencalonkan diri di Pilkada Tana Tidung,” (silahkan baca rilis berita tersebut di sini : Mutasi ABY Menuia Protes PNS)
Para Pejabat Eselon (sebagian adalah korban mutasi jabatan) di bawah pimpinan Sekretaris Kabupaten Tana Tidung, menganggap proses pelantikan itu melanggar hukum. Tepat 2 minggu setelah pelantikan, mereka melakukan aksi unjuk rasa di atas.
Selama dua minggu gonjang-ganjing, berbagai dampak buruk bermunculan
di lingkungan kerja Pemerintah Kabupaten Tana Tidung. Pelaksanaan Latihan Pra
Jabatan (LPJ) bagi CPNS tahun 2014 yang sudah direncanakan dengan matang oleh
Badan Kepegawaian Kabupaten Tana Tidung tiba-tiba dibatalkan tanpa kejelasan,
Penundaan pengurusan Gaji Pegawai, Penundaan Lelang Proyek-proyek yang terkait
dengan masyarakat banyak seperti obat-obatan, penundaan pengadaan pupuk, penundaan
pengadaan sarana-prasarana kesehatan. Kekacauan di dalam internal Pemerintah
Kabupaten Tana Tidung ini tentunya akan menyebabkan kinerja para pegawai
menjadi buruk dan pembangunan infrastruktur semakin melambat.
Keadaan akan makin kacau
apabila pegawai-pegawai kecil mulai terseret arus konflik ini sehingga terjadi
polarisasi di internal birokrasi. Sebagian akan bersikap mendukung aksi unjuk
rasa sehingga dianggap pro pejabat eselon, sedangkan sisanya yang tidak
mendukung aksi unjuk rasa akan dianggap pro PJ Bupati. Dengan demikian,
keharmonisan di antara aparatur sipil Negara di Kabupaten Tana Tidung akan
rusak. Jika demikian adanya, bagaimana mereka dapat menjalankan fungsinya
sebagai perekat kesatuan dan persatuan Bangsa?
Dampak dari macetnya roda
pemerintahan ini tentu juga akan membuat ekonomi masyarakat Kabupaten Tana
Tidung semakin terpuruk di tengah inflasi dan iklim ekonomi Indonesia yang
sedang melesu saat ini. Oleh karena itu, permasalahan yang ditimbulkan oleh polemik
mutasi jabatan ini perlu segera diselesaikan sebelum dampaknya semakin parah.
Apabila PJ Bupati tidak
mampu mengendalikan polemik ini sehingga dapat berdampak semakin buruk terhadap
masyarakat luas, maka Dewan Perwakilan Rakyat Daerah selaku wakil rakyat, dapat
menggunakan hak interpelasi atau hak angketnya.
Menurut Undang-Undang No. 22 Tahun 2003 Pasal 27, DPRD memiliki hak
interpelasi dan hak angket. Hak Interpelasi adalah hak DPRD untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai
kebijakan pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Apabila dalam proses interpelasi ditemukan ada dugaan pelanggaran aturan hukum yang dilakukan penjabat Bupati, barulah dilakukan hak angket. Misal, DPRD dapat memeriksa atau menyelidiki, apakah Tujuan mutasi itu sesuai hukum atau tidak? Apakah sah secara hukum Penjabat Bupati melakukan mutasi terhadap seorang Pejabat dikarenakan Pejabat itu adalah kerabat seorang Calon Bupati? Apakah sah secara hukum memutasi seorang Pejabat berdasarkan Prasangka bahwa Pejabat tersebut akan mempengaruhi akurasi data Pemilihan Kepala Daerah kelak? Bukankah Penjabat Bupati sendiri adalah Sahabat Penjabat Gubernur yang kemungkinan akan menjadi Calon Gubernur pada Pilkada Provinsi Kalimantan Utara kelak?
Apabila memang ternyata ada dugaan melanggar hukum, maka DPRD dapat melaksanakan Hak angket.
Hak angket adalah sebuah hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Apabila dalam proses interpelasi ditemukan ada dugaan pelanggaran aturan hukum yang dilakukan penjabat Bupati, barulah dilakukan hak angket. Misal, DPRD dapat memeriksa atau menyelidiki, apakah Tujuan mutasi itu sesuai hukum atau tidak? Apakah sah secara hukum Penjabat Bupati melakukan mutasi terhadap seorang Pejabat dikarenakan Pejabat itu adalah kerabat seorang Calon Bupati? Apakah sah secara hukum memutasi seorang Pejabat berdasarkan Prasangka bahwa Pejabat tersebut akan mempengaruhi akurasi data Pemilihan Kepala Daerah kelak? Bukankah Penjabat Bupati sendiri adalah Sahabat Penjabat Gubernur yang kemungkinan akan menjadi Calon Gubernur pada Pilkada Provinsi Kalimantan Utara kelak?
Apabila memang ternyata ada dugaan melanggar hukum, maka DPRD dapat melaksanakan Hak angket.
Hak angket adalah sebuah hak untuk melakukan penyelidikan yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan Rakyat yang memutuskan bahwa pelaksanaan suatu undang-undang dalam kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak interpelasi dan Hak angket tersebut dapat menjadi solusi. Prosesnya mungkin
akan cukup lama terkait dengan prosedur yang perlu dilalui sebelum hak
interpelasi atau hak angket itu dijalankan.
Tapi sambil menunggu hasil tuntutan para pengunjuk rasa di Kementrian dalam negeri, tidak ada salahnya para wakil rakyat mengambil tindakan sesegera mungkin.
Tapi sambil menunggu hasil tuntutan para pengunjuk rasa di Kementrian dalam negeri, tidak ada salahnya para wakil rakyat mengambil tindakan sesegera mungkin.
Mari kita belajar dari kasus di Kabupaten lain. Polemik serupa juga
terjadi di Kabupaten Pulau Taliabu, Provinsi Maluku Utara. Polemiknya pada pertengahan
tahun 2014 yang lalu. Penyelesaian Polemik ini juga melalui Kementrian dalam negeri.
Tujuh bulan lamanya, masyarakat di Pulau tersebut terkatung-katung tanpa
pelayanan publik yang optimal karena polemik berlarut-larut. Rupanya
penyelesaian lewat “jalur” Kementrian Dalam Negeri ini memakan waktu yang cukup
lama. Gubernur Maluku Utara sempat bersikukuh tidak mau mengganti PJ Bupati
Taliabu. Namun Kementrian Dalam Negeri terus mendesak Gubernur untuk mengambil
tindakan. Memang, pada akhirnya Kementrian Dalam Negeri mampu memaksa Gubernur
untuk mengganti PJ Bupati yang berpolemik tersebut, namun proses pergantiannya
ternyata tetap memakan waktu berbulan-bulan juga. Demikianlah polemik di Taliabu terjadi
berlarut-larut.
Apa sebab
hambatan-hambatan dalam penyelesaian via jalur Kementrian Dalam Negeri ini?
Hambatan
pertama adalah dalam komunikasi politik antara Kementerian dalam negeri dengan
Gubernur. Hambatan ini bisa saja terjadi karena masih adanya pertentangan yang tak
terdamaikan antara semangat sentralistik yang telah dianut Pemerintah Pusat selama
32 tahun masa orde baru dengan semangat Otonomi di Daerah yang baru sebentar saja diselenggarakan di daerah (misal, di Kalimantan Utara Otonomi Daerah baru berjalan 3 Tahun, yakni sejak dimekarkannya Provinsi tersebut pada 2012).
Hambatan
lainnya berupa pengaruh situasi dan kondisi politik di tingkat pusat yang juga bisa
saja muncul. Sebagai misal, Menteri Dalam Negeri sekarang adalah berasal dari
Partai Politik PDIP yang berafiliasi ke Koalisi Indonesia Hebat (KIH),
sementara PJ Gubernur Provinsi Kalimantan Utara direkomendasikan sebagai Penjabat Gurnur Provinsi Kalimantan Utara oleh Gubernur Kalimantn Timur Awang Faroek yang diusung oleh Partai Golkar yang berafiliasi dengan Koalisi
Merah Putih (KMP). Seandainya, tuntutan para pengunjuk rasa di Kabupaten Tana
Tidung itu dipenuhi, maka Menteri Dalam Negeri akan cenderung merekomendasikan
pengganti Pj Bupati dari partai yang berkoalisi dengan KIH. Sementara PJ
Gubernur akan cenderung mempertahankan PJ Bupati dari kubu KMP. Bukankah
berbagai pertimbangan-pertimbangan politis seperti ini akan mengakibatkan
proses penyelesaian permasalahan ini akan menjadi semakin lama?. Tentu saja ada kemungkinan Pj Gubernur berkolaborasi dengan PDIP di Pemilihan Kepala Daerah 2015 kelak. Tapi itu kemungkinan yang sangat kecil.
Kasus lainnya
yang dapat dijadikan pelajaran adalah Polemik serupa yang terjadi di Kabupaten
Pangandaran, Provinsi Jawa Barat. Polemik itu terjadi di awal tahun 2014, namun
baru setahun kemudian, yakni awal tahun 2015, DPRD Pangandaran mewacanakan dan
menjalankan hak interpelasinya untuk mengatasi polemik tersebut. Sampai
sekarang kasusnya belum selesai.
Di Taliabu, polemik berjalan sampai 7 bulan dan di Pangandaran berjalan
sampai setahun lebih. Haruskah polemik di KTT terjadi sampai selama itu?
Ayo Penjabat Bupati selesaikan kekacauan ini. Ayo wakil rakyat, turutlah bertindak! Gunakan Hak interpelasimu !
Gunakan hak angketmu !
1 comment:
Bpk.DR.SULARDI. MM beliau selaku DEPUTI BIDANG BINA PENGADAAN, KEPANGKATAN DAN PENSIUN BKN PUSAT,dan dialah membantu kelulusan saya selama ini,alhamdulillah SK saya tahun ini bisa keluar.Teman teman yg ingin seperti saya silahkan anda hubungi bpk DR.SULARDI.MM Tlp; 0813-4662-6222. Siapa tau beliau mau bantu
Post a Comment