ibn khaldun |
Ilmu sejarah merupakan bagian dari berbagai cabang ilmu yang dipelajari oleh bangsa-bangsa dan generasi-generasi umat manusia. Ilmu sejarah menarik minat banyak orang. Orang-orang biasa dan orang-orang yang tidak pintar juga ingin mengetahuinya.
Para raja dan penguasa berlomba-lomba mempelajarinya. Dalam memahaminya secara lahiriyah, sama antara orang-orang pintar dan orang-orang bodoh. Hal itu karena dilihat dari segi lahiriyah, sejarah tidak lebih dari berita tentang peristiwa-peristiwa masa lalu.
Dalam sejarah tentang abad-abad lalu terdapat beragam pendapat, perumpamaan, dan pertemuan yang diadakan, khususnya di saat perjamuan. Selain itu, sejarah membuat kita memahami bagaimana kondisi-kondisi manusia mengalami perubahan, kerajaan-kerajaan mengalami perluasan kawasan, bagaimana manusia-manusia memakmurkan dunia hingga membuat mereka meninggalkan tempat tinggal dan tibalah sang waktu menjumpai masa mereka.
Secara hakikat, sejarah mengandung pemikiran, penelitian, dan alasan-alasan detail tentang perwujudan masyarakat dan dasar-dasarnya, sekaligus ilmu yang mendalam tentang karakter berbagai peristiwa. Karena itu, sejarah adalah ilmu yang orisinal tentang hikmah dan layak untuk dihitung sebagai bagian dari ilmu-ilmu yang mengandung kebijaksanaan atau filsafat.
Para sejarahwan muslim terkemuka telah mencatat sejarah-sejarah masa lalu secara menyeluruh. Namun, kerja keras mereka itu oleh orang-orang yang kecil dicampurkan dengan kebatilan-kebatilan dan riwayat-riwayat yang lemah hingga diikuti oleh orang-orang yang datang kemudian. Kita lantas mendengar sejarah tersebut dalam versinya yang tak lagi orisinal. Mereka pun tidak memperhatikan sebab-sebab terjadinya suatu peristiwa dan tidak membuang kisah-kisah yang remeh atau lemah.
Upaya penelitian sedikit dilakukan. Kesempurnaan pun cacat. Berita yang sampai sering keliru. Taklid sudah berurat-berakar pada kebanyakan manusia. Kemunduran pencapaian dalam banyak cabang lmu terjadi. Kebodohan telah menjadi wabah sekaligus bencana kemanusiaan. Padahal kekuasaan kebenaran tak dapat dilawan, syetan kebatilan dihanguskan oleh meteor-meteor pemikiran. Orang yang menukil hanya bersifat mendikte dan menyampaikan. Namun akal pikiran akan menembus kebenaran ketika terhalang. Ilmu akan membersihkan lembaran-lembaran hati guna menampung kebenaran tersebut.
Madzhab-madzhab atau aliran penulisan sejarah
Banyak orang yang telah melakukan penulisan sejarah. Mereka mencatat sejarah umat manusia dan bangsa-bangsa dunia. Namun orang-orang terkenal yang memiliki kecakapan yang diakui, dan menulis sejarah masa lalu secara kompeherensif sangat sedikit, bahkan bisa dihitung dengan jari.
Di antara adalah ibnu ishaq, Ath-thabari, ibnu Al-Kalbi, Muhammad bin umar al-waqidi, saif bin umar al-asadi, dan lainnya yang sudah terkenal dan memiliki keistemewaan tersendiri.
Di antara adalah ibnu ishaq, Ath-thabari, ibnu Al-Kalbi, Muhammad bin umar al-waqidi, saif bin umar al-asadi, dan lainnya yang sudah terkenal dan memiliki keistemewaan tersendiri.
Al Mas'udi |
Seorang kritikus (sejarah) yang benar-benar ahli memiliki kemampuan untuk menyingkap kepalsuan berita-berita mereka atau memberikan penilaian bahwa mereka adalah orang yang layak diterima. Peradaban itu memiliki karakter-karakter tersendiri yang dapat dijadikan tolak ukur sejarah sekaligus menjadi rujukan riwayat dan atsar.
Kebanyakan metodologi sejarah yang ditulis masih bersifat umum, karena keumuman dua imperium pada masa awal islam, di samping cakupannya yang terlalu jauh; sehingga bercampur antara hal-hal penting maupun yang tidak penting.
Salah satu ulama yang menulis sejarah yang meliputi sejarah bangsa-bangsa pra –islam seperti Al-mas’udi dan para pengikutnya. Setelah itu muncul para penulis yang menulis sejarah dalam batasan waktu tenrtentu sehingga ia hanya mencatat peristiwa-peristiwa yang terjadi pada masanya maupun tentang kotanya sendiri. Hal ini pernah dilakukan oleh Abu Hayyan, penulis sejarah tentang Andalusia (Spanyol kini-peny) dan daulah umayyah di sana; sebagaimana dilakukan oleh ibnu Ar-rafiq, penulis sejarah Afrika dan kerajaan-kerajaan di kawasan qaiurawan.
Sayangnya, para penulis sejarah yang datang setelah mereka hanya menempuh cara-cara taklid, miskin karakter dan akalnya, selain berpikiran jumud. Ia hanya mengikuti pola-pola penulisan sejarah yang sudah ada dan lalai terhadap perubahan-perubahan masa dan tradisi-tradisinya dari generasi ke generasi, dari bangsa ke bangsa lain. Ia hanya mencatat berita tentang kerajaan-kerajaan dan peristiwa-peristiwa pada masa awal, tak ubahnya gambar-gambar yang tak punya bahan, atau seumpama pedang-pedang lebar yang terlepas dari sarungnya. Mereka hanya memuat himpunan informasi yang tak berguna karena tak jelas ujung pangkalnya.
Yang mereka catat hanyalah peristiwa-peristiwa yang tidak jelas usulnya, ataupun bagian-bagian yang tak dapat ditarik kesimpulan umumnya, serta tak dapat diklasifikasi secara sistematis.
Mereka hanya mengulang tema-tema sejarah-sejarah yang sudah menjadi pengetahuan umum karena mereka bertaqlid buta terhadap orang-orang dahulu. Mereka tak meniru karakter generasi-generasi hebat sebelumnya. Sehingga tentang hal ini masih dibutuhkan penjelasan. Sangat disayangkan, buku-buku yang mereka tulis tak juga bisa menjelaskan mengapa mereka bersikap demikian.
Ketika mereka membahas persoalan kerajaan, mereka hanya menyusun berita-beritanya, baik berita yang benar maupun yang salah, tanpa menerangkan permulaannya, sebab-sebab kebangkitannya dan keruntuhannya. Model seperti itu membuat pembaca masih penasaran dengan permulaan-permulaannya dan fase-fasenya, meneliti faktor-faktor pasang surutnya, dan mencari penjelasan memuaskan tentang perbedaan-perbedaan dan kesamaan-kesamaannya, sebagaimana akan kami sebutkan dalam pembukaan kitab.
Fase berikutnya, sejarah ditulis dengan metode sangat ringkas. Para penulisnya merasa cukup dengan menyebutkan nama-nama raja tanpa menyebutkan nasab dan kisah-kisahnya. Selain itu, mereka hanya menyebutkan waktu memegang tampuk kekuasaan, sebagaimana dilakukan oleh Ibnu Rasyiq dalam mizan-al’amal dan para sejarahwan yang meniru metodenya. Mereka tidak perlu dianggap (Sebagai penulis sejarah) karena mereka telah menghilangkan manfaat dan menodai madzhab-madzhab yang terkenal di kalangan para sejarahwan.
Setelah saya membaca berbagai buku tentang umat manusia, baik di masa lalu maupun sekarang, saya bangkit dari kelalaian dan tidur panjang. Saya mulai bergelut dalam bidang tulis-menulis. Saya menyusun kitab tentang sejarah yang menyingkap tabir kondisi generasi-generasi yang sedang tumbuh dan memuat bab-bab secara khusus tentang berbagai macam peristiwa dan pelajaran.
Dalam kitab ini, saya menjelaskan tentang sebabsebab berdirinya suatu kerajaan dan peradaban dengan mendasarkan pada sejarah bangsa yang membangun magrib (Maroko) pada masa itu dan memakmurkan kota-kotanya. Selain itu aku mencatat kerajaan-kerajaan mereka, baik yang lama maupun yang pendek umurnya serta para raja dan pendukung mereka yang terdahulu dari kalangan bangsa arab dan barbar. Keduanya merupakan generasi yang dikenal lama bermukim di maghrib dan lama hidup di sana dari generasi ke generasi, sehingga bangsa lain tidak dikenal di sana.
Aku menulisnya secara teliti dan bersih dari cacat serta membuatnya mudah dipahami oleh kaum intelektual dan para ahli. Penulisan bab-bab nya aku buat secara menarik dan mengagumkan sehingga menjadi sebuah model baru dalam penulisan sejarah. Dari situ aku menjelaskan kondisi-kondisi peradaban dan perilaku perkotaan serta hal-hal baru yang timbul akibat sosial manusia. Anda akan merasa puas dengan hukum-hukum yang melatarbelakangi peristiwa-peristiwa dan dapat memahami bagaimana sebuah bangsa memulai kerajaannya. Dengan begitu Anda akan terlepas dari taklid dan dapat mengetahui pola-pola sejarah sebelum dan sesudah anda.
Kitab ini aku susun dalam bentuk mukadimah (pengantar) dan tiga kitab.
1. Muqaddimah
Bagian ini menjelaskan tentang keutamaan ilmu sejarah, madzhab-madzhab sejarah dan berbagai kekeliruan para sejarahwan
2. Kitab pertama
Bagian ini menjelaskan tentang peradaban dan unsur-unsur penting yang menjadi pra syarat peradaban seperti raja, penguasa, pekerjaan, profesi, ilmu pengetahuan dan faktor-faktor yang mendasari semua itu.
3. Kitab kedua
Kitab ini berisi tentang sejarah orang-orang arab, generasi-generasi mereka, dan kerajaan-kerajaan mereka sejak masa kekhalifahan hingga saat ini. Selain itu, buku ini juga memuat sejarah tentang sebagian bangsa-bangsa terkenal seperti Nabath, Saryaniah, Persia, Bani Israel, Qibthi (bangsa mesir), Yunani, Romawi, dan Eropa.
4. Kitab ketiga
Buku ini menjelaskan tentang sejarah orang-orang barbar dan sebagian kabilah mereka, generasi-generasi mereka, kekuasaan dan kerajaan yangada di maghrib secara khusus.
Kemudian perjalanan dilanjutkan ke timur untuk meraih cahaya-cahayanya, melaksanakan fardhu dan sunnah di tempat thawaf dan tempat ziarahnya, meneliti jejak-jejaknya dalam catatan-catatan dan buku-bukunya. Maka aku memperoleh tambahan informasi berupa sejarah raja-raja bangsa ajam (non arab) di negeri-negeri timur tersebut dan bangsa turki serta kawasan yang mereka kuasai.
Informasi-informasi tambahan tersebut aku masukkan ke dalam apa yang telah aku tulis sebelumnya dengan mempertimbangkan kesamaan masa dengan bangsa-bangsa yang telah aku tulis itu. Namun, masalah ini aku susun secara ringkas tanpa menghilangkan maksud-maksud yang dituju para pembaca dan masuk melalui faktor-faktor sejarah secara umum lalu menukik pada informasi khusus.
Dengan demikian apa yang aku tulis mencakup sejarah manusia secara keseluruhan, memudahkan hikmah-hikmah yang sulit dipahami, memberikan alasan-alasan atau sebab-sebab yang melatarbelakangi sejarah suatu bangsa. Dengan begitu, kitab yang telah aku tulis ini menjadi penjaga hikmah sekaligus wadah sejarah.
Karena kitab tersebut memuat sejarah bangsa arab dan barbar dari kalangan masyarakat perkotaan maupun yang pedesaan atau primitif, serta sejarah bangsa besar lainnya; menjelaskan fase-fasenya dari awal hingga akhir dengan menarik kesimpulan dan pelajaran, maka aku menamakannya Kitab Al-Ibar wa Diwan Al-Mubtada Wa Al-Khabar fi ayyam al-arab wa al-‘ajam al barbar wa man ‘asharahum min dzawi as –shultan al –akbar.
Dalam buku tersebut aku mencatat permulaan generasi-generasi dan kerajaan-kerajaan, bangsa-bangsa awal yang berbeda pada satu masa, sebab-sebab tindakan dan perubahan dalam masa-masa lalu dan agama-agama, dan apa yang menjadi prasyarat peradaban berupa kerajaan, agama, kota, cara berpakaian, kebanggaan, kehinaan, jumlah yang banyak dan jumlah yang sedikit, ilmu dan keahlian, kondisi yang berubah-ubah secara umum, perkotaan, pedesaan, peristiwa yang sudah terjadi dan yang sedang dinanti kehadirannya.
Aku telah menulis semua itu, menjelaskan bukti-bukti dan alasan-alasannya, sehingga kitab ini memuat ilmu-ilmu yang ajaib (jarang diketahui orang) dan hikmah-hikmah yang selama ini tertutup, padahal sebenarnya berada dekat dengan kita.
Namun demikian, aku yakin bahwa kitab ini tetap ada kekurangannya. Aku mengaku lemah untuk mencapai kesempurnaan. Karenanya, aku sangat mengharapkan pihak-pihak yang memiliki pengalaman dan pengatahun luas untuk menlaahnya secara kritis, bukan dengan pandangan yang menerima begitu saja, lalu dengan senang hati mau melakukan perbaikan dan koreksi.
Sesungguhnya bekal setiap ahli ilmu sedikit. Kemauan untuk mengakui kekurangan dan kritikan adalah keselamatan. Sedang kebaikan dari teman-teman adalah sesuatu yang diharapkan. Hanya kepada Allah aku meminta agar menjadikan amal-amal kami murni untuk-Nya. Cukuplah Dia bagiku dan Dialah sebaik-baik penolong.
Setelah aku selesai melakukan perbaikan-perbaikan di dalamnya, menerangkan lenteranya bagi orang-orang yang ingin mencari penerangan, menjelaskan metode ilmiahnya di antara ilmu-ilmu yang lain, meluaskan jangkauan pengetahuannya, menetapkan batasan-batasannya, maka aku menyumbangkan ke tempat penyimpanan tuan kami, Sultan yang memiliki sifat-sifat mulia, Amirul Mukminin Abu Faris Abdul Aziz bin Sultan Abu Salim Ibrahim bin Sultan Amirul Mukminin Abu Al-Hasan bin As-Sadah al-Alam dari raja-raja murrain yan telah melakukan pembaruan (tajdid) agama, menempuh jalan orang-orang yang mendapat petunjuk, menghapus jejak-jejak para pemberontak yang suka melakukan kerusakan.
Semoga Allah meneduhkan umat dengan naungan kitab ini dan menyampaikan cita-citanya untuk memperjuangkan dakhwah islam.
Aku mengirim kitab ini ke tempat penyimpanan mereka yang diwakafkan untuk para pencari ilmu di masjid jami Qurawiyyin di kota Fez yang menjadi pusat kekuasaan mereka, sekaligus temapt bersemainya petunjuk sekaligus taman pengetahuan, lapangan rahasia-rahasia Tuhan, dan tempat kepemimpinan Farisiyah (keluarga Abu FAris) yang mulia, insya Allah.
Tempat penyimpanan atau perpustakaan tersebut membaut kitabku mendapat perhatian, membuatnya mendapat sambutan luas dari para pembaca. Dari situ tampaklah bukti-bukti dan saksi-saksi atas kedalaman dan kekuatan kitabku ini. Memang perpustakaan itu laksana pasar yang memasarkan barang-barang dagangan para penulis. Di situ lah kendaraan para pencari ilmu dan etika ditambatkan. Dari wawasan-wawasan yang ditawarkan di situ, muncullah hasil-hasil akal dan pikiran yang cemerlang.
Semoga Allah mengilhami kita untuk bersyukur atas kenikmatan darinya, memberikan banyak bagian kepada kita dari belas kasihnya, menolong kita untuk memenuhi hak-haknya, menjadikan kita termasuk orang-orang yang berpacu di medannya, dan melimpahkan penjagaan dan kehormatan kepada islam dan penduduk kotanya.
Hanya kepada Allah kita meminta untuk menjadikan amal-amal kita murni karena wajahnya, bersih dari kotoran-kotoran lalai dan syubhat. Dialah pencukup kita dan dia sebaik-baik penolong.
No comments:
Post a Comment